STAN, KPK, Masyarakat dan Reformasi Pajak
Oleh Wiyoso Hadi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Tahukah Anda bahwa cukup banyak petugas KPK adalah lulusan STAN, dan banyak aparat pajak yang dilibatkan KPK di dalam tubuh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memberantas mafia perpajakan adalah juga lulusan STAN selain lulusan dari perguruan tinggi lainnya? Melihat kenyataan tersebut seyogyianya kita tidak menghakimi seseorang apakah pro reformasi dan anti-korupsi atau tidak, dari latar belakang lulusan mana atau kerja di instansi mana, tapi dari perilaku orang tersebut secara keseluruhan.
Pelabelan terhadap orang lain yang belum kita tahu betul pribadinya, pasti begini atau pasti begitu, mesti dihindari karena itu belum tentu mencerminkan pribadi sesungguhnya orang itu. Seorang filsuf Yunani pernah berkata bahwa peperangan, perpecahan dan tumpah darah kebanyakan terjadi bukan karena pedang tapi bermula dari lidah yang berbicara berdasarkan prasangka buruk dan bukan bukti yang valid. Maka seyogyianya untuk mensukseskanreformasi pajak di Indonesia yang dibutuhkan adalah kerjasama yang tulus dan baik antar semua pihak yang peduli akan reformasi pajak di Indonesia.
Menurut Sekretaris Jenderal Kemenkeu Kiagus Ahmad Badaruddin, sebagaimana dikutip dari detikcom, banyak pegawai dari KPK, BPK, dan BPKP, yang memiliki tugas utama mengurangi tindak korupsi, merupakan alumni STAN. Kata Badaruddin, di STAN itu kurikulumnya sama, ada pendidikan agama dan mental kerohanian baik yang dilakukan mahasiswanya sendiri maupun kampus. Dan tidak ada lembaga pendidikan ingin mencetak koruptor.
Sependapat dengan Badaruddin, Erry Riyana Hardjapamekas, mantan pimpinan KPK, berani bersaksi bahwa banyak alumni STAN adalah tenaga-tenaga profesional yang tangguh, unggul, bermartabat, dan menjadi andalankinerja di banyak lembaga pemerintah atau negara, seperti KPK, BPK, BPKP, dan lain-lain. Dan juga di sektor swasta.
Erry meminta masyarakat agar jika ada koruptor tertangkap jangan sekali-kali dikaitkan dengan di mana dia mendapatkan pendidikan akademis, karena itu sama sekali tidak relevan. Erry menegaskan, jangan hanya karena alumni yang diduga korupsi, kemudian lembaganya diseret-seret. Itu tentunya terlalu naif dan simplistik.
Reformasi Pajak adalah tugas besar yang tidak dapat ditanggung oleh DJP sendiri, tapi dibutuhkan dukungan dan partisipasi seluruh masyarakat. Oleh sebab itu, penulis sangat gembira bahwa KPK akan memperluas kerjasamanya dengan DJP tidak hanya di bidang penindakan kasus dugaan korupsi tapi juga di bidang pencegahan kasus korupsi.
Selama ini kerjasama antara KPK dan DJP lebih kepada mengefektifkan dan memaksimalkan fungsi pengawasan internal DJP. Bentuk kerjasama itu antara lain berupa tindak lanjut laporan dari masyarakat yang diterima oleh DJP, melalui Direktorat Kepatuhan Internal & Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA), dan kemudian disampaikan kepada KPK yang memiliki wewenang penindakan.
Tentunya reformasi pajak membutuhkan dukungan penuh dari masyarakat, khususnya wajib pajak (WP). Wujud dukungan dapat berupa pemenuhan kewajiban perpajakan dengan cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan dengan benar dan kooperatif memberikan informasi dalam upaya penggalian potensi pajak.
Selain itu, WP dapat secara konkrit mendukung reformasi pajak dengan cara tidak menawarkan atau memberi imbalan dalam bentuk apapun kepada petugas, menolak dan melaporkan oknum petugas pajak yang meminta atau mengisyaratkan untuk meminta imbalan dalam bentuk apapun kepada WP, memenuhi semua prosedur dan persyaratan yang ditetapkan dalam proses pelayanan, sehingga menutup peluang negosiasi dengan petugas danikut melakukan pengawasan perilaku petugas pajak.
Jelas mengikis habis mafia pajak adalah tugas yang maha berat, namun bersama-sama dan dengan pertolongan dan seizin Yang Mahakuasa hal itu cepat atau lambat dapat terwujud. Mari berjuang bersama-sama, lanjutkangerakan Anti-Korupsi dan Reformasi Indonesia.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.
0 komentar :
Posting Komentar